Jumat, 19 November 2010

Tagg dari Mega

Tentang Buku “30 Hari dalam CintaNya” DR.Dharmayuwati Pane,MA*

by Mega Vristian on Friday, November 19, 2010 at 12:11am

Tentang Buku “30 Hari dalam CintaNya” DR.Dharmayuwati Pane,MA*

Buruh Migran Indonesia (BMI) yang terdaftar secara legal mencapai kisaran 400.000 orang sejak tahun 1998. Pada tahun 2004 tercatat 388,688 orang yang mencari kerja di Luar Negeri dan lebih dari 80% adalah perempuan (Bank Dunia 2003/2004).Menurut berita jumlah ini lebih sedikit daripada jumlah mereka yang berangkat secara illegal. Mereka kebanyakan bekerja di sektor domestik sebagai PRT, penjaga bayi, penjaga orang jompo, juru masak dan juga pelayan toko dan pelayan restoran. Negara-negara yang dituju adalah daerah Asia-Pasifik dan Timur Tengah.Para BMI/TKI kebanyakan berasal dari Jawa Barat seperti Sukabumi, Cianjur,Indramayu, daerah Jawa tengah seperti Cilacap dan Wonosobo, Daerah Istimewa Yogyakarta seperti Kulon Progo, dari Jawa Timur seperti Malang, Kediri, Ponorogo dan dari Nusatenggara Timur dan Barat, Sulawesi Selatan dan Lampung. Latar pendidikan mereka rata-rata tidak tinggi, banyak yang tidak lulus SMP dengan usia berkisar antara 14-40 tahun dan mayoritas status Menikah/Bercerai. ( Data Bank Dunia 2003/2004).

Di Tanah Air kita banyak membaca berita-berita miring tentang BMI/TKI ini di media masa selain kualitas tidak memadai, juga banyak yang terlibat kasus hukum, menerima perlakuan yang tidak manusiawi, tidak diberi gaji sampai 4 bulan, Paspor ditahan, disiksa majikan dsb. Belum lagi di Indonesia sendiri mereka sering mendapat perlakuan diskriminatif layaknya warga kelas dua, sudah terasa sejak mendarat di Bandara Sukarno-hatta dengan adanya pemisahan tempat/ruang kedatangan khusus BMI/TKI.

Sebenarnya banyak orang di Indonesia yang tidak (mau) tahu, bahwa BMI/TKI itu adalah “pahlawan devisa” (Pernyataan Jumhur Hidayat sebagai Ketua BNP2TKI) yang melalui transfer uang kepada keluarga di daerah asal, sangat membantu perekonomian masyarakat setempat.

Dari tahun 1998-1999 tercatat sekitar US$ 1,2 Milyar devisa yang masuk ke Indonesia dan tahun 2001 sudah mencapai US$ 2 Milyar dan tahun 2005 meningkat menjadi US 2,5 Milyar. Dan dalam kenyataannya uang yang ditransfer para BMI/TKI ini jauh diatas angka yang terdata. (Data Bank Dunia 2003/2004). Ini hanya sedikit gambaran jasa para BMI/TKI bagi perekonomian di daerah asal mereka, dan sayangnya mereka belum mendapatkan perlakuan setimpal di Tanah Air.

Kehidupan Buruh Migran Indonesia (BMI) di Luar Negeri penuh dengan suka dan duka. Tujuan mendapatkan imbalan kerja yang lebih besar daripada di Tanah Air dan tidak adanya lapangan kerja , membuat BMI/TKI meninggalkan kampung halaman, sanak keluarga dan teman-teman yang telah dikenal lama dan pergi bekerja ke Luar Negeri. Kesulitan demi kesulitan harus dilalui, mulai dari masalah budaya, tradisi/kebiasaan masyarakat setempat, bahasa, cuaca dan terutama keyakinan/agama yang berbeda. Nah aspek perbedaan agama inilah yang disentuh para penulis buku “30 Hari dalam CintaNya”. Kebanyakan para Buruh Migran Indonesia (BMI) ini memeluk agama Islam dan salah satu ibadah terpenting adalah berpuasa selama bulan suci Ramadhan. Di Indonesia Islam menjadi agama para mayoritas dan di tempat mereka bekerja di Luar Negeri kebalikannya, mereka menjadi kelompok minoritas. Lika-liku di bulan Ramadhan dan suka-duka dalam 30 hari berpuasa dikemas dalam berbagai cerita pendek dengan bahasa sederhana yang mengalir, pemakaian tatabahasa dan ungkapan ynag mudah dicerna. 24 penulis dari berbagai latar belakang tergabung dalam kompilasi buku ini. Para mahasiswa kita yang mendapatkan beasiswa belajar di Luar Negeri seperti di Inggris dan Amerika juga ikut berpartisipasi dalam menyumbangkan beberapa tulisan cerita pendek menyangkut kehidupan di kampus saat-saat bulan puasa. Kisah-kisah pendek dalam buku ini akan membuat kita tersenyum, terharu, prihatin dan sekaligus bersimpati.

Disamping kita mendapatkan gambaran kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia di Singapur, Malaysia, Hongkong,Taiwan, Korea, Inggris dan Amerika, kita juga dapat menangkap sinyal kegundahan dan kerinduan hati yang terpendam terhadap keluarga dan handai tolan di kampung halaman. Patut diacungi jempol usaha para Buruh Migran Indonesia/BMI dan para mahasiswa kita ini yang tetap berkarya dengan menulis puisi ataupun cerita pendek sebagai medium dalam mencurahkan isi hati dan pikiran mereka, walau kehidupan mereka di Luar Negeri tidaklah senikmat yang biasanya dibayangkan orang.Buku “30 Hari dalam CintaNYa” ini pantas untuk dibaca, agar kita bisa mengerti dan menyelami bagaimana susahnya kita melatih kesabaran dan penyesuaian diri sebagai kelompok minoritas beragama Islam dengan segala keterbatasannya, namun bisa mempererat hubungan kekeluargaan sesama masyarakat Indonesia di negeri orang.. Selain itu juga kita akan belajar dalam menerima perbedaan-perbedaan yang ada dengan lapang dada dan menunaikan ibadah puasa dengan baik tanpa harus merasa kesal dengan orang-orang non Muslim disana pada bulan suci Ramadahan. Dengan demikian bila nanti kembali ke Tanah Air, mereka akan mempunyai toleransi dan pengertian yang tinggi terhadap kaum minoritas , Non-Muslim di Indonesia, karena mereka mengalami sendiri di Luar Negeri betapa sulit hidup sebagai minoritas. Hal ini juga pernah saya alami ketika melalui bulan-bulan Ramadhan di Jerman Barat ketika saya melangsungkan studi disana.

Kegunaan membaca kompilasi ini tidak diragukan lagi dalam mengerti dan menyiasati bahwa perbedaan itu bukan penghalang untuk kita terus berkarya , hidup damai berdampingan, saling menghargai dan menghormati satu sama lain tanpa memandang status sosial seseorang maupun agama yang dianut. Bulan Ramadhan adalah bulan penuh damai dan cinta serta berpuasa itu merupakan ibadah yang mulia dalam meningkatkan keimanan kita. Ini dikelola dengan baik dalam kumpulan cerita pendek yang mengasyikkan. Saya sangat menikmati buku ini dan membiarkan diri saya hanyut dalam pelukan “CintaNya” selama 30 hari berpuasa..

Jakarta, 27 September 2010 .

-DR.Dharmayuwati Pane,MA*Pendidikan: Doktor (S3) bidang Education Technology, University Management, International Relations & German Literature dari JohannesGutenberg Universitaet, Mainz, Germany dan Gesamthochschule Kassel, 1989 .Penulis berbagai artikel tentang Pendidikan dan Perempuandan Pemerhati Anak dan Buruh Migran Perempuan.

--------------------------------------------------

Komentar Buku.

Ini menarik. sebuah referensi tentang kemampuna beadaptasi dan bertahan dalam lingkungan yang belum tentu diharapkan dengan ragam gaya yang bisa jadi tanpa rujukan namun sarat pemaknaan. Perpaduan antara rasa keakuan dan keterpencilan di tengah ramai lingkungan sekitar, di saat tertentu, justru menumbuhkan kebersamaan dan kesetiaan yang tiada tara. Membaca 30 Hari dalam Cintanya adalah meniti suara hati yang paling dalam dari para imigran yang hidup tercerabut dari akarnya. sebuah bacaan penuh makna.(Fanani, imigran juga dan Pemimpin Redaksi Tabloid Suara di Hong Kong)

--------------------------------------------

Buku 30 HDC, juga memuat karya tulis mamaku ( Mega Vristian), oleh-oleh yg sangat menarik bagiku, nenek,saudara-saudaraku dan juga para tetangga kami, dari sekian oleh-oleh yang kelak dibawa pulang. Kubayangkan kegembiraan ini juga akan dirasakan oleh kawan-kawan yang mamanya atau kakaknya ikut menulis di buku ini. Hanya ada satu kata untuk mama dan para penulisnya "HEBAT!" ( Bima, mahasiswa anak seorang TKW/BMI)

-----------------------------------------------

Kisah-kisah yang diangkat dari pengalaman menjalankan ibadah puasa di berbagai negeri orang ini menyajikan banyak hal berguna buat pembacanya; tentangan dan dukungan, ketidakpahaman dan kebijakan, konflik dan kompromi, keharuan dan kejenakaan. Semua tersaji sederhana namun apik serasi dalam pilihan kata. Sebuah buku yang sunggu bermanfaat untuk kita yang sering terlena dengan berbagai kemudahan di negeri mayoritas Muslim, yang sering abai dengan keutamaan-keutamaan bulan suci penuh keberkahan.( Iwan "Bung Kelinci" Sulistiawan,dosen & penulis).

----------------------------------------------

Membaca buku ini saya merasa menjadi bagian dari para penulis karena saya juga Imigran.Menjalani puasa di luar negeri? tentu lebih banyak dukanya atau cobaannya. Buku ini sangat baik untuk dibaca segala usia, kita jadi paham bagaimana kisah menjalankan ibadah puasa di berbagai negara. Salut untuk para penulis. ( Mia Kartika, aktivis BMI, mantan ketua KOTKIHO dan CMR di Hong Kong)

----------------------------------------------------

Buku ini menarik setidaknya karena dua hal. Pertama, mampu meneguhkan keyakinan ihwal kebesaran Islam. Hanya dengan setting Ramadan, pembaca ”sukses” digiring untuk ikut mencecap nikmat Allah swt yang diberikan di manapun dan dalam situasi apapun. Kedua, penulis cenderung memilih gaya feature dalam menuliskan pengalamannya. Feature punya kelebihan terkait kemampuannya dalam mendeskripsikan suasana secara rinci, ”hidup”, ”basah”, ”beraroma”, membuka pintu akal, membetot perhatian, meremas perasaan, sehingga imajinasi pembaca terbawa ke tempat peristiwa. (Nanang Junaedi, Pemimpin Redaksi Tabloid Apakabar Indonesia, Hong Kong).

------------------------------------------

Inilah karya yg membuktikan bahwa lintas negara di era globalisasi sama sekali bukan aral melintang. Untuk memadukan ruhiyah dalam satu keyakinan islam yg kaffah. Para penulis dari berbagai penjuru dunia mampu menyatukan dakwah bil qolam dalam mencari cahaya Ilahiah di bulan Ramadhan. Imaging! (Pipiet Senja, novelis Indonesiia, pendamping kaum BMI HK)

---------------------------------------------

Wah, ini luar biasa. Buku Pengalaman Perjalanan sudah banyak ditulis orang. Buku Pengalaman Haji sudah banyak ditulis orang. Buku Pengalaman Berpuasa di Negeri Orang juga sudah pernah ditulis. Tapi buku yang ditulis oleh para 'pengembara' di berbagai negara, tentu merupakan bacaan baru yang mengasyikkan. Uniknya lagi, buku 30 Hari dalam CintaNya ini merupakan kumpulan pengalaman-pengalaman puasa para imigran di berbagai negara yang masyarakat dan kulturnya tidak sama dengan mereka. Angkat topi untuk pemilik ide, para penulis, dan penerbit buku ini.(KH Mustofa Bisri (Gus Mus), ulama dan sastrawan )

------------------------------------------------------------------------

Aku sendiri merasakan bagaimana rasanya mencuri "ibadah". Di saat menjadi pekerja migran di Hong Kong. Serta bagaimana anak majikan takut melihat aku pakai mukenah saat sedang melakukan sholat. Coretan teman-teman dalam buku ini merupakan wakil kata dari hati jujur terdalam mereka. Saya percaya pada gerakan teman-teman yang terhalang. Dinding tak terlihat tapi terus berusaha menampilkan diri dengan karya. Dengan bahasa sederhana penulis-penulis dalam buku ini berusaha melukis sejarah melalui jemari mereka. (Maria Bo Niok, Penulis novel "Mukenah dan Sajadah Untuk Soya")

---------------------------------------------------------

Ada banyak hal unik ketika kita menjalani Ramadhan di negara asing. Buku ini menyatukan berbagai pengalaman unik para imigran. Unik, mengharukan, menarik dan sangat bersahaja. REkomended banget untuk dibaca dan tentu saja menjadi koleksi berharga di ruang baca kita.(Akhi Dirman Al-amin.Novelis & Trainer Kepenulisan).

------------------------------------------------------------------

Desain sampul Hary Prast
Editor : Kuswinarto, Indira Margareta dan Mega Vristian.
Penerbit Dragon Famili Publisher.
Harga buku HK$ 70, hasil buku untuk membuat buku karya BMI/ Imigran lagi dan untuk Amal Shelter BMI/ Bencana Alam

Jumat, 08 Oktober 2010

Menyongsong Sumpah pemuda 28 Oktober 1928 - 2010

Sumpah Pemuda

Delapan puluh dua warsa kini tiba
Semangatmu tiada pernah sirna

Untuk persatuan dan kesatuan bangsa
Demikian sikapmu dahulu kala

satu nusa,bangsa bermacam budaya
Bermacam suku tetap bersatu
satu bahasa bahasa Indonesia
bersatu untuk selama lamanya

Sumpah pemuda
Di hari pemuda ini
pangkal tolak untuk mawas diri

Pembaharu semangat persatuan
dalam sikap kepeloporan

Hai kawula muda Indonesia
berjuanglah demi membela bangsa

Camkan semangat juang pendahulu kita
demi tegaknya Indonesia Jaya

Rabu, 04 Agustus 2010

Menjelang Peringatan Kartini Oleh Mega Vristian

Menjelang Peringatan Kartini
Share
Menjelang Peringatan Kartini
Mega Vristian

kutulis baris-baris sederhana ini
bertintakan hitam duka perempuan pekerja migran
tak tertakar bilangan hitung dagang

dinar, dolar dan ringgit
bisa kau hitung di kolom debit kredit
martabat dan nyawa adakah kolomnya?

atau di mana kau golongkan
darah dan airmata
serta kehormatan perempuan?

--ataukah kami
yang perempuan ini
kau anggap hewan mudah diperdagangkan?

kutulis baris-baris sederhana ini
bagai epitaf nisan pekerja migran yang terbunuh
benar salah tersimpan di pembukuan rahasia

seperti yang lain kulihat kau mencibir
nyawa dan martabat kami kau cerca jika disingkap

baris-baris ini kutulis bertintakan duka perempuan pekerja migran
di kepung ancaman ajal

seperti yang lain tak ambil perduli
di hadapan secangkir kopi kau asyik menghitung laba
ketika kami berhitung dengan duka dan maut!

partai-partai sibuk mengatur strategi menang
para pejabat terlalu repot mengatur merebut saat untuk korupsi
maka siapa katakan negeri dan republik ini negeri demokratis
maka siapa katakan negeri dan republik ini adil pencinta ham?

ketiadaan adalah bangsa, tanahair dan negara kami
di mana kami mulai menghitung menghargai diri
sepakat bersatu dan bertekad melawan ketidak adilan

(Hong Kong, Causway bay)

-------------------
On the Eve of Kartini Day
Mega Vristian

I write these simply lines
black inked of migrant working women’s sadness
impossible to count in terms of commercial calculation

dinar, dollar and ringgit
You may count in debit credit column
Dignity and life is the column

or in which you classify
blood and tears
and the honor of women?
-- or we these women
You assume animals easily to sell and buy

I write these simply lines
as if epithapal of murdered migrant workers
right or wrong is kept in a cofindential account
Like the others you pout I see
Our life and dignity you scorn whenever they are unveiled

I write these lines black inked of migrant working women’s sadness
trapped in the threatening of death
Like the others do not care
With a cup o coffee you deep in calculating profit

When we calculate sadness and death
The parties are busy to develop strategies to win
The government officer are too busy to arrange
taking chances to steal

then who says this country and republic is democratic
then who says this country and republic is just,
basic human rights lover?

Nothingness is our nation, land and state
where we begin to count esteeming self
saw eye to eye allied and set teeth against injustice
(Hong Kong, Causway bay)

First translated by: Sakban Rosidi

Cerita dari Sahabat Facebookku Mega Vristian di Hongkong

Di Mong Kok Derita itu Bermula
Share
Di Mong Kok Derita itu Bermula

Perempuan itu tiba-tiba terdiam. Tapi aku berharap dia masih mau meneruskan ceritanya. Berkali-kali jemarinya merapikan helai-helai rambut yang menyembul dari jilbab hitamnya. Mukanya pucat. Mungkin karena kurang tidur.

Kuletakkan kembali alat perekam di hadapannya. Sekilas dia memandangnya. Duka membayang di wajahnya. Bibir keringnya kemudian bergerak, melanjutkan kisahnya.

"Aku sempat berpikir dia bukan manusia. Ia tidak punya hati. Masak tega menjualku!" ucapnya geram. Tangannya meninju bangku panjang yang kami duduki. Kupeluk bahunya untuk sekadar meredam emosinya. Air matanya menderas. Dia terisak pelan, nyaris tak terdengar.

"Lelaki itu tiba-tiba menindih dan memperkosaku. Aku berusaha memberontak dan melawan. Tapi dia begitu kuat. Semakin aku berontak, dia kian bergairah. Dia itu binatang!"

Kupeluk tubuhnya. Aku tak tega melihatnya begitu sedih.

"Istirahatlah!" kataku. "Tak usah bercerita lagi. Besok saja. Jika pikiranmu sudah tenang, kita lanjutkan lagi," ujarku.

"Dia itu gila!" lanjutnya. "Gila! Dia bukan manusia! Tapi iblis!"

Pecah sudah isaknya menjadi tangis. Suara tangis itu menarik perhatian orang-orang yang berlalu-lalang di dekat kami. Tapi dia tak peduli.

Untuk beberapa saat kubiarkan tangisnya keluar. Satu bungkus tisu segera berpindah ke tempat sampah setelah berubah menjadi kepalan-kepalan bola kertas yang meresap air matanya.

***
Aku mengenal perempuan itu saat membeli gelang giok mainan di Jade Market, Hong Kong. Saat itu dia duduk sendirian, menangis di sebuah bangku taman di depan Temple Jordan. Tempat itu menghadap gedung Henry G Leung Yau Ma Tei Community Center. Merasa sesama dari Indonesia, aku beranikan diri menyapanya. Dari situ aku mulai mengetahui penderitaannya.

Panggil saja Suniarti, bukan nama sesungguhnya. Ia berumur 28 tahun. Berasal dari Grobogan, Jawa Tengah. Seperti cerita kebanyakan perempuan dari tanah air, Suniarti terpaksa merantau ke Hong Kong karena tekanan ekonomi. Suaminya yang buruh tani tak mampu menopang seluruh kebutuhan keluarga. Apalagi si Upik, permata hatinya, sudah waktunya masuk sekolah. Sudah tentu, sebagai orang tua yang baik Suniarti harus menyiapkan tabungan demi kelangsungan sekolah Upik.

Pergilah Suniarti ke Hong Kong. Di Hong Kong ia bekerja sebagai pembantu rumah tangga. Sehari-hari Suniarti mengasuh lima anak majikan yang masih kecil dan mengurus empat orang dewasa. Baru empat bulan bekerja, dia terpaksa melarikan diri dari rumah majikannya. Dia tak tahan perlakuan kasar kekek majikannya. Si kakek ringan tangan, gemar menganiaya Suniarti. Setiap kali salah satu dari empat anak yang diasuh Suniati ribut atau menangis, kakek itu langsung menempelengnya.

Suniarti berusaha menjelaskan kepada kakek itu bahwa jika cucunya menangis, bukan karena dimarahi atau dipukulnya. Tapi sia-sia saja. Sang kakek tak pernah mempercayainya. Dia malah marah dan kemudian memukulnya.

Suniarti berusaha bersabar, berharap bisa menyelesaikan kontraknya hingga dua tahun. Tapi suatu hari, si kakek membabi buta dan menampari Suniarti. Perempuan ini pun tak tahan dan akhirnya nekat meninggalkan rumah majikan.

Selama kasus penganiayaannya ditangani Departemen Perburuhan Hong Kong, Suniarti tinggal di shelter buruh migran Indonesia di Jordan. Karena banyaknya kasus yang ditangani oleh Departemen Perburuhan, kasus Suniarti harus antre, sehingga punya waktu jalan-jalan menikmati keindahan Hong Kong. Maklum, selama empat bulan bekerja dia tak sehari pun mendapat kesempatan libur. Dengan senang hati dia menerima ajakan dua rekan penghuni shelter untuk jalan-jalan ke Kowloon Park.

Keasyikan menikmati keindahan Kowloon Park membuatnya terpisah dari dua rekannya. Sialnya dua kawan itu tak mempunyai telepon genggam. Suniarti pun tak bisa menghubungi mereka. Saat tersesat, dia bertemu seorang perempuan asal Indonesia. Perempuan berambut lurus panjang dengan dandanan menor dan "gaul" itu tampak ramah dan baik. Setelah berbincang sebentar, perempuan itu membelikannya sebungkus nasi untuk makan siang, kemudian mengajak Suniarti main ke rumah kontrakannya. Si Cantik itu bercerita bahwa dia memiliki building house yang disewakan saat dia berlibur. Suniarti menyebut si Cantik karena tak pernah tahu nama perempuan itu.

"Main yuk, ke tempat kontrakanku," kata si Cantik. "Bisa istirahat di sana, daripada di sini digigitin nyamuk."

Dengan gembira Suniarti menerima ajakan itu. Mereka menuju rumah itu naik taksi. Di sebuah rumah besar bercat putih dia diajak masuk ke sebuah kamar yang serba putih, termasuk seprei dan selimutnya.

Si Cantik menyuguhinya minuman kaleng yang tutupnya sudah dibuka. Perempuan yang baru dikenal itu kemudian pamit membeli makanan ringan. Suniarti disuruh beristirahat di kamar serba putih itu. Suniarti segera berbaring di ranjang karena tiba-tiba saja kepalanya terasa berat. Dia teramat pusing dan mengantuk. Belakangan baru disadarinya minuman kaleng itu telah dicampur obat tidur.

Suniarti terlelap. Ia tidak ingat apa-apa. Tiba-tiba nafasnya sesak, tubuhnya seperti tertindih barang berat. Dengan berat Suniarti berusaha membuka kelopak matanya. Betapa kaget dia. Seorang lelaki besar keturunan Pakistan menindihnya. Suniarti tak tahu dari mana datangnya lelaki itu dan bagaimana masuk ke kamar itu.

Sekuat tenaga Suniarti mendorong lelaki itu dari atas tubuhnya. Tapi sia-sia saja. Cakaran dan amarah Suniarti malah melecut gejolak si laki-laki misterius itu.

Lelaki itu rupanya tak puas mengoyak tubuh Suniarti di atas ranjang. Ia menyeret Suniarti ke kamar mandi. Suniarti terus berontak hingga kepalanya berulang kali terbentur dinding kamar mandi. Laki-laki itu tak peduli. Dengan brutal lelaki itu menelanjangi Suniarti, kemudian menyemprotnya dengan shower, lalu menyetubuhinya. Ia lakukan perbuatan itu dua kali.

Setelah puas, lelaki itu mandi dan berdandan rapi. Sebelum ngacir, ia mengambil tas dan menguras seluruh uang di dompet Suniarti yang hanya HK$ 300. Lelaki itu juga menyikat telepon genggam Suniarti.

Si Cantik yang pamit untuk membeli makanan ringan sebentar tak juga kembali hingga sore. Suniarti tidak bisa berjalan. Vaginanya terasa sangat perih. Ia keluar dari tempat itu dengan merangkak. Di kemudian hari Suniarti baru tahu tempat itu ternyata hotel kelas murah di kawasan Mong Kok.

Tertatih-tatih dia berjalan meninggalkan hotel celaka itu. Tak ada seorang pun yang menghiraukannya. Sampai di tepi jalan raya, Suniarti dihampiri seorang buruh migran asal Indonesia yang melihat darah mengalir dari selangkangannya. Dia segera ditolong dan diberi uang saku untuk pulang ke shelter.

Suniarti menutup diri. Dia malu dan berusaha menyembunyikan kemalangan yang menimpanya. Dia tak menceritakan kejadian itu kepada sahabat-sahabatnya di shelter. Dia cuma menanyakan kenapa dua kawan yang mengajaknya ke Kowloon Park tega meninggalkan begitu saja.

Suniarti tak kuasa menahan derita, lahir batin. Dua hari kemudian dia menangis histeris sepanjang hari. Vaginanya terasa gatal bukan main. Dari vaginanya keluar lendir berbau tak sedap. Perutnya sakit dan sering kejang-kejang.

Lelaki Pakistan itu telah menularkan penyakit kelamin. Menurut dokter yang memeriksanya, vagina perempuan malang ini terserang kutil rahim (genital warts). Untuk mengobati penyakit itu butuh waktu lama. Jika tidak segera ditangani, kutil itu bisa memenuhi liang vagina. Seminggu sekali Suniarti harus menjalani pengobatan di Female Social Hygiene Clinic, Yau Ma Tei Jockey Club General Out Patient Clinic. Pengobatan itu atas biaya uang kas shelter.

Celakanya, para penghuni shelter mulai menjauhi Suniarti. Mereka takut tertular penyakit mengerikan itu. Dengan berat akhirnya Suniarti menceritakan pemerkosaan itu. Para penghuni shelter kaget dan kemudian melapor ke polisi.

Selama menunggu penyelesaian kasusnya, Suiniarti bergabung dengan Indonesian Migrant Workers Union. Namun, polisi Hong Kong tidak menemukan pemerkosa dan si Cantik yang "menjual" Suniarti. Juga tak menemukan bukti penganiayaan oleh orang tua bekas majikannya.

Suniarti putus asa dan menutup kasusnya. Ia tak betah lagi tinggal di Hong Kong. Kota harapan itu telah menghadirkan derita tak terperi.

Suniarti memutuskan pulang ke tanah air. Dia mendapat tiket, satu bulan gaji, dan uang libur dari bekas majikannya. Namun dia diwajibkan mengembalikan satu bulan gaji yang sudah diterima kepada kemajikannya, karena dia kabur. Setelah dihitung, Suniarti cuma mengantongi sisa HK$ 150. Padahal, untuk mendapatkan uang itu dia harus menunggu sidang kasus ketenagakerjaan selama setengah tahun.

"Saya pasrah jika nanti suami menceraikan saya," katanya pilu.

Wajahnya menyimpan beban dan kesedihan yang dalam. Dengan pandangan kosong, Suniarti menuju bandara untuk meninggalkan kota laknat itu. Ia pulang hanya membawa HK$ 150 dan derita tak terkira.

--------
kisah nyata dari kumpulan kisah shelter yang kutulis dalam buku harianku.
- Mega Vristian, pembantu rumah tangga di Hong Kong.

Bicara tentang buah rambutan cerita mengalir berebutan.

Bicara tentang buah rambutan cerita mengalir berebutan.
Share
Bicara tentang buah rambutan cerita mengalir berebutan.
Oleh Mega Vristian


pohon rambutan berdiri tegar dekat jendela kamarku
rimbun daunnya, kutulisi puisi
ada pusi buat mama, buat papa, buat kakek dan nenek
juga puisi buat teman-teman

suatu hari seorang kawan main ke rumah
ingin memetik buah rambutan yang merah meranum

"hati-hati memanjatnya, banyak puisi"
matanya melotot, tubuhnya hampir melorot

aku lantas tertawa cuma angin yang paham yang kumaksudkan
sebab temanku bermain dalam khayalan

--
Minggu kemarin di taman Victori, Hong Kong. Saya teringat puisi karya anak saya, Bima. Yang berjudul “Pohon rambutan”, saat seorang kawan memberikan sebuah rambutan, katanya oleh-oleh dari tanah air.

“ Mbak titip yo, tutupi jaketmu wae” Belum sempat rambutan saya makan. Saya dikagetkan oleh seorang perempuan yang usianya jauh lebih tuwa dari saya yang mendadag menjatuhkan satu tas kresek besar kebetulan berisi rambutan ke pangkuan saya.

Tanpa banyak bertanya saya langsung menutupinya dengan jaket yang sedari tadi saya letakkan disamping atas tas tangan saya. Dari jauh saya lihat beberapa petugas penertiban taman victori yang biasanya dipanggil ‘pak dhe” oleh penjual mingguan dari kalangan pekerja migran Indonesia, merek berjualan dengan maksud untuk menambah penghasilan walau sejujurnya dilarang oleh pemerintah Hong Kong.

Hati saya was-was juga ketika petugas lewat didepan saya. Matanya galak mencari sesuatu yang dicurigai. Saya berlagak tenang membaca buku, kebetulan saya membawa setumpuk buku yang akan saya kembalikan ke perpustakaan pengelolanya kawan pekerja migran juga yang mangkalnya di taman Victori, Karena masih pagi perpustakaan belum buka, akhirnya saya duduk lesehan di pinggiran jalan tempat pasar mingguan, yang sering tiba-tiba harus bubar karena diserbu petugas. Saya suka berada disana untuk melepas kangen makan, makanan daerah: gatot, tiwul, cenil dan klepon.

Kurang lebih dua puluh menit, perempuan yang tadi menitipkan rambutan ke saya kembali, Napasnya ngos-ngosan.

“ Minum dulu mbak, sudah tak ada petugas kok” kata saya sambil mengodorkan sebotol air putih.

“ Saya sudah sering mengalami hal ini, tapi masih saja saya takut dan gugup”

Saya sengaja tak memberinya komentar, karena dia pasti tahu resikonya dari berjualan di taman victori.

“ Baru hari ini saya mencoba jualan rambutan, minggu-minggu kemarin sih jualan rempeyek dan telor punyuh, tapi susah lakunya banyak saingan, ohya mbak gak ada demo ya hari ini dan kok tulisan mbak lama gak ada di Koran?”

Ah! Saya tergagap dengan pertanyaannya. Saya tatap wajahnya, mungkin saya mengenalnya tapi lupa.

“ Mbak tidak kenal saya kok. Orang-orang yang ikut demo dan suka nulis saya hapal kok mbak. Sayakan jualannya keliling lapangan victori, jualan sepi istirahatnya ya baca-baca Koran gratis. Ohya demo teruuuuus, KJRI ra bosen yo ? didemo bertahun-tahun, mbok tuntutan-tuntutan yang demo itu dipenuhi saja, wong aslinya di Hong Kong ra onok aturan ngawur”

Akhirnya saya mengetahui namanya, Rugiah. Berasal dari Tulung agung, anaknya tiga. Dia istri pertama suaminya baru saja menikah lagi, karena menghamili perempuan lain. Anak pertama perempuan setelah lulus dari perguruan tinggi di Surabaya dan kemudian bekerja di Kalimantan, anak ke dua kuliah di Malang, tapi katanya tidak lulus-lulus pintarnya minta kiriman uang dan berulang kali ganti hp dan lap top. Dengan alasan untuk keperluan kuliahnya, sedang anak bungsunya meninggal karena korban tabrak lari ketika pulang sekolah. Rugiah kerja di majikan cukup berat, majikan kaya sekali tapi memperlakukannya seperti mesin, dia nekad tidak mau ganti majikan karena menghindari potongan gaji yang dilakukan agen. Cerita duka terus mengalir dari Rugiah.

" Kersane mbak, rayat kulo nikah malih, kulo mboten gugat cerai, mangke lak sadar piyambak, mboten nopo-nopo kulo soro tapi anak kulo mangke pinter lan urippe seneng, nyuwun pendongane anak kulo ndhang lulus kuliah nggih”

Sambil berkata dalam bahasa jawa, dia sodorkan rambutan yang sudah separuh dikupasnya, saya menerimanya tak mampu menolak, sementara dia sibuk mengikat rambutan menjadi beberapa bagian untuk dijual, pikiran saya menerawang jauh. saya punya banyak kawan- kawan di alam maya, yang saya kenal lemat grup-grup sastra atau fb, adakah diantara mereka anak dari Rugiah ini. Banyak kaum ibu yang menyembunyikan kedukaan hidupnya kepada anak atau keluarganya, karena tidak ingin menyusahkan pikiran mereka.

Saya tinggalkan Rugiah, setelah bersalaman dan memeluknya sebentar, taman Victori makin ramai dengan pekerja Indonesia yang sedang berlibur, saya percaya nanti pasti akan ada cerita lagi yang mengalir tinggal apa saya masih punya kesempatan untuk menulisnya dalam buku harian saya, sebab kemarin pun lewat telpon ibu bercerita jika pohon rambutan sedang lebat meranum menunggu saya petik.

Rabu, 14 Juli 2010

WELCOME

SELAMAT DATANG SISWA BARU SMA NEGERI I BATANG
TAHUN AJARAN 2010 / 2011

Selasa, 08 Juni 2010

Pelaksanaan Remidi Sejarah

Bagi Yang ikut Remidi sejarah baik kelas X 6 dan X 7 maupun XI IPS 1 2 3 4 pelaksanaan remidi Hari kamis,10 Juni waktu sesuai Jadwal yang ditetapkan kurikulum


B Indriyanto

Senin, 07 Juni 2010

REMIDI SEJARA

Siswa Kelas X 6 dan X 7 yang tidak ikut Remidi Mapel Sejarah

Kelas X 6 :
ANGGI PANGESTIKA
AYU FITRI SEPTINA
DANY YUNIARTI
IKA DIAN SAFITRI
IKA NUR BINTARI
PARAMA ISWARI NASYITHA
PULUNG SAMBADHA
RUDI KURNIAWAN
SALIM MAISAROH
SATRIO ARGA EFENDI
SITI MUZALIFAH
TORIHIN
UTARI NUR KHAQIQI


X 7 :
AKRIMNA FIDDARAINI
ANDINA PURNA SEPTI P
ANITA NUGRAHANI
DIANITA FEBRIANI
DIVA NABILA FAIRUS
EDO LUKIANTO
ERIA WAHYU PRATIWI
EVA WAFDA HIDAYATI
FIKA ARZIAH
FRANSISKUS ARYO KY
GALANG PRASETYO ADI
HARUM ISMA SAVITRI
HEGAR SANDY PRADANA
ISTIQOMAH
MUFRIDATUL HUSNA
MUKHAMMAD FAKHIR REZA
MUNSYI MUTASAWIF WAFA
NADIA LUTFIANA MAWARNI
PUTRIYANI TRI HUDAMI WIBOWO
WIKANSETYA LUHUR

Remidi Sejarah

REIMIDI MATA PELAJARAN SEJARAH

Siswa Kelas XI IPS dan Kelas X
SMA N 1 Batang
Yang Tidak Remidi Mapel Sejarah dari Pak Bambang Indriyanto

Kelas XI IPS1 :
AGIL ARYA
AHMAT MUHAYMI
BAMBANG SUNARYO
DEDI MULYONO
DIMAS ABI K
FATTHUDIN RAS
FELIX AINUR
FIRMAN HIDAYAT
INTAN AYU KINASIH
INTAN KUMALASARI
LISTIA PUTRI
LUTHVIANA FIRDAUS
MOCH NAJMUL
MUH WILDAN

XI IPS 2 :
MUH HADYAN FARIS

XI IPS 3 :
ILLAVY R
MUJADDID K
NURINA ZATA
PREZGA AYU NURDA

XI IPS 4 :
ARIF SUBASTIAN
MUAS M SANDI
M AULIA RAHMAN
MUH UBAIDILAH
SISKA WIDYA PANGESTI

Jumat, 30 April 2010

TUK SMANTANG

Selamat untuk Siswa/Siswi SMA Negeri 1 Batang yang lulus 100 %
Selamat semoga langkah awal ini dapat memberi semangat untuk langkah pada hidup dan kehidupannya.

Rabu, 17 Maret 2010

SELAMAT MENEMPUH UJIAN NASIONAL

Selamat menempuh Ujian Nasional tanggal 22 s/d 26 maret 2010 semoga sukses bagi siswa
SMA NEGERI I BATANG

Minggu, 21 Februari 2010

Tugas Untuk Kelas XII IPA SMA N 1 Batang 25 Februari 2010 harus dikumpulkan
Powered By Blogger

BUKU TAMU

ARSIP BLOG

PROFILKU

Foto saya
Pekalongan, Jawa tengah, Indonesia

Yang mengunjungi Blog ini

CHATTING


ShoutMix chat widget

JAM BERAPA ?

KELUARGAKU

KELUARGAKU
Wisuda Statistik Terapan D3 MIPA UNNES

gubuk

gubuk
di depan rumah

wisuda UNNES

wisuda UNNES
Fakulta s MIPA Jurs Pendidikan Matematika

KAMUS INGGRIS-IINDONESIA

Bagaima isi puisiku ?

PENGIKUT

KOMENTAR