MASIHKAH ?
Bambang Indriyanto
Masihkah hatimu merah putih saudaraku ?
Masihkah ragamu garuda saudaraku ?
Masihkah ibu pertiwi ibumu saudaraku ?
Masihkah ?
Sebab kitamulai mau makan bangkai saudara sendiri
Sebab kita mulai memetak tanah sendiri
Sebab kita mulai membedakan bentuk hidung kita sendiri-
sendiri
Serta memejamkan mata dan menutup telinga
Pada satwa yang menggelepar
pada hutan yang merintih memar dan sungai yang tercemar
polusi
oleh tangan-tangan industri.
Juga tangis balita lapar yang kekurangan gizi
serta anak-anak jalanan yang mulai bermain api.
Kadang kita kurang peka
pada orang-orang papa
ataupun orang yang terkoyak hak keberadaannya.
Kita telah lupa semuanya
karena kita sibuk bermain warna
dan lomba retorika.
Barang kali kita telah alpa pada janji yang disepakati
Membangun jembatan untuk menyeberangkan cita-cita
Menggantung asa dalam kebersamaan rasa
Berbagi hati berbagi roti
Adakah waktu masih kita miliki untuk memilin tali
guna mengikat sapu lidi saudaraku ?
agar bumi yang kita pijak
bersih dari batu kericak, kerikil dan onak
Adakah kita masih memiliki rasa
untuk berbagi rasa dan asa
dalam ketidak berdayaan ?
Batang, 24 Desember 1999
( Antologi Puisi Kiara I, Juni 2000 )
Puisi 2
ULANG TAHUN
Bambang Indriyanto
Tak ada lilin menyala di sini
tak ada nasi, tak ada roti
hanya ada makna dalam hati
Hari ini kalender tersobek lagi
entah usia kita bertambah satu lagi
atau justru berkurang satu lagi
Sementara hembusan angin menyejukkan tengkukku
dan malam mengusap wajah dengan sinaran rembulan
Aku tutup jendela
sebab aku tadi membukanya
Pekalongan, September 2001
Catatan :
Puisi ini dimuat di Majalah Batang Berkembang Edisi 06/Tahun VII/2002 dan
Dibuat lagu oleh peserta Penataran Guru Seni Musik dan Guru Bahasa Indonesia dalam penataran Musikalisasi Puisi tingkat Jawa Tengah Tahun 2002
Puisi 3
PAWANG
Bambang Indriyanto
Mulut adalah harimau
yang akan menjaga dan merobek tubuhmu
Lengan adalah elang
yang membela dan mematuk otakmu
Kaki adalah serigala
yang akan mengawal dan mencabik isi perutmu
Namun hatimu
adalah pawang
yang akan menjinakkan semua kebinatangan
yang bersarang dalam dirimu
Batang, 8 Juni 2002
Puisi ini dimuat di Majalah Batang Berkembang Edisi 06/Tahun VII/2002
Puisi 4
NOSTALGIA
Bambang Indriyanto
Ketika aku mampir ke mulut kampung
tak ada lagi anak-anak berlarian mencari capung
memainkan wayang dari daun singkong
atau main kereta kulit jeruk
di halaman sekolah desa
Semua terpuruk oleh teknologi
serta tangan-tangan ekonomi
yang menjajakan mimpi
walau kadang memasung krasi
Dalam kerinduan pohon-pohon cengkeh
dan gemercik air di pancuran bambu
kau menyimpan rinduku
Di mataku
kau tak lagi menarik layaknya gadis dusun yang lugu
dengan kebaya dan senyuman malu,
melainkan kau bagai wanita jalang
dengan gincu tebal menebarkan birahi
meski menjijikkan
Pekalongan. 12 Maret 2002
Catatan :
Puisi ini dimuat di Majalah Batang Berkembang Edisi 06/Tahun VII/2002 dan
Dibacakan sebagai puisi model untuk pengajaran IPS lewat pendekatan budaya di Pengayaan Materi Sejarah Guru SMU Se Jawa Tengah Di Bandungan bulan Juli 2003
Puisi 5
SEHARI SEBELUM PUASA
Bambang Indriyanto
Sehari sebelum puasa
ada secangkir teh manis serta tempe goreng
di siang yang kering
muncul bincang-bincang
tentang cinta tentang kehidupan
tentang benci tentang mati
sehari sebelum puasa
rokok terakhir mulai tersingkir
esok sepanas ini tak ada lagi sajian
dan segala kesukaan
ketika kita mulai mengikat perut erat dengan tali iman
ketika mata terpejam dari pandangan haram
dan hati terkunci untuk segala caci
ada bisikan lembut
ini bukan untuk apa-apa
bukan untuk siapa-siapa
tapi untuk siapa saja
Pekalongan, Nopember 2002
Puisi 6
POTRET
Bambang Indriyanto
Mata kuyu pipi keriput dengan dahi penuh goresan
serta berkeringat garam
dengan tatapan rembulan membelai keningku
sambil berkata lirih :
jadilah kau lelaki sejati
bagai Arjuna melawan Karna
tak pandang musuh atau saudara
Jadilah surya di siang hari dan Purnama di malam hari
yang tak pernah lelah bersinar meski mendung menghadang
Aku lihat ayahku menitikkan air mata
memandang ketuaannya, namun tugas belum usai
Haruskah aku selesaikan tugasnya
atau inikah gambarku esok lusa ?
Pekalongan, 26 Agustus 2003
Puisi 7
17-8-03
Bambang Indriyanto
Ketika mereka lupa bait-bait satu nusa satu bangsa
dan lebih asyik dengan baris lagunya Madonna
ketika mereka lupa cara menghormat bendera
namun lebih suka berkaos AC Milan
kita mencak-mencak cari kambing hitam :
wa dalah ini gara-gara globalisasi
karena banyak nonton TV
Kang Daun mesam mesem :
Lha iki mestine salah mbarute !
Mulo salah kedadhen !
Akhirnya aku berpikir
mereka meniru cara bertindak
dibanding seribu berondongan kata-kata bijak
mereka butuh kaca benggala
dan bukan makian belaka.
Batang, Agustus 03
Puisi 8
KEPADA PENYAIR
Bambang Indriyanto
Penyair yang arif,
tolong bacakan puisi Tuhanku
biar kudengar dan menyusup di kalbu
yang beku tercemar dan berdebu
Penyair yang bijak,
tolong buatkan aku sebuah sajak
tentang bulan dan bintang
tentang gelap terang
dan tentang orang-orang yang terpinggirkan
serta termuliakan di sisiNya
Penyair yang manis,
ajarkan aku membedah puisiNya
agar aku terjaga
dari mimpi pelangi warna
Agar aku dapat bertahan
dalam membelah kehidupan
serta sempat membersihkan bau badan
sehingga aku dapat tidur dengan nyaman
Pekalongan, Februari 1978
( Antologi Puisi Kiara I, Juni 2000 )
Puisi 9
BULAN ITU
Bambang Indriyanto
Bulan itu mengintip dari balik pohon waru
Lalu menguntitku
Debar jantung menguat
Galau hati terasa nikmat
Tetapi dalam hati aku berkata :
Walaupun dalam bening mataku
Menari baying-bayangmu
Namun toch rinduku
Takkan bergetar sampai padamu
Yogyakarta, Januari 1980
( Antologi Puisi Kiara I, Juni 2000 )
Puisi 10
CATATAN DI BULAN APRIL
Bambang Indriyanto
Ketika peluru harus berdialog
ketika nurani terbang jauh di awan
ketika api mengumbar kesumat
Yang tersisa Cuma tetangis
rumput yang menggeliat di padang gersang
dan angin segan bertiup
Burung gagak dendangkan luka
mengepak sayap di antara laut dan gunung
kabarkan renjana di pinggir bencana
Mimpi mengukir rembulan
dan bermahkota bintang
tumpah dalam Lumpur legam
Adakah pelangi turun seusai hujan
adakah tunaskan tumbuh usai kemarau
dan hati kembali bernyanyi bersama celoteh pipit
pada sore dingin yang menggigit
Batang, 10 April 2003
Puisi 11
KAMBOJA
Bambang Indriyanto
Gerimis pada suatu sore di bulan desember
seikat kamboja kau letakkan di jambangan kalbu
aku termangu
Ada ketidak tahuan yang bergayut di hati
dan mulutku tetap terkunci
Sementara kau tersenyum memandang hari yang makin kelam
dan petang akhirnya kau tinggalkan
dengan sejuta misteri
Akankah inginku kau bawa dalam tidur panjang
atau berdendang geliatkan sebuah tarian
atau tidak untuk apa-apa
kamboja
sulit berenang dalam anganmu
dalam setiap lorong waktu
Pekalongan, 1 Desember 1981
Puisi 12
DI TAMAN SEBUAH RUMAH TUA
Bambang Indriyanto
Di rembang petang
mentari memejam matanya
bulan tersenyum malu
wangi kemuning merasuk sukma
bercampur harum bau rambutmu
aku lihat mawar di matamu
Kita banyak membuka bab demi bab
buku purba yang kau simpan di bawah lemari
Telah banyak varitas kembang yang terbicarakan
dan angin makin menghimpit leher
Serta menggoyangkan pokok pokok melati
Namun bintang di matamu tak kunjung berseri
Di bangku batu bisu di depan rumahmu
ku lihat kelopak mawar di matamu
semakin layu
dan kau semakin tak peduli
Sementara kalender setiap saat mempereteli
anganmu yang semakin melayang
bersatu menuju alam awan kelabu
sewarna rambutmu
Pekalongan, 12 September 2003
( KIARA 3, Desember 2007 )
Puisi 13
BULAN INI
Bambang Indriyanto
Sertifikat kesucian perlu dimiliki
sebab Allah membuka pintu surga
dan membelenggu setan penebar goda
Apakah akan kita sia-siakan
segala hidup dan kehidupan
Dengan membangunkan
Kemunafikan
Keangkaraan
Kesirikan
Dalam setiap langkah jalan
Akankah dituruti
Suara hati tanpa hati-hati
Hingga kita terlempar ketrotoar
Dengan luka memar
Pedih, perih dan merintih
Dengan langkah gontai serta tertatih-tatih
Pekalongan, Februari 1988
Puisi 14
KEPEDULIAN
Bambang Indriyanto
Hijaunya hutan dan jernih air
Menghampar di persadaku
Tanah subur lautan membiru
Ahugerah yang Maha Tahu
Akan kah kau rusak segalanya
Kau habiskan saat ini
Tanpa ingat anak cucu lagi
Yang tak sempat menikmati
Jaga negerimu dari kerusakan dan pencemaran
Biarlah sungai selalu ceria
Puspa satwa bergembira
Marilah kita ikut peduli
Dan mrasa memiliki
Manfaatkanlah ciptaan Illahi
Untuk sekarang sampai nanti
Batang, 10 Februari 1993
Puisi 15
KASIH IBU
Bambang Indriyanto
Menjelang tidurku
Ibu bercerita dongeng dan teladan
dan nyanyikan lagu pengiring mimpiku
dengan kasih sayangmu
tutur kata lembut ibu mendidikku
gar tabah selalu
hadapi rintangan dalam kehidupan
ibu, aku menirumu
Bila ibu marah kepadaku
bukan untuk membenciku
bila ibu, menyayangi daku
bukan memanjakanku
Aku takkan mampu membalasmu ibu
Jasamu padaku
Hanya doa suci dan selalu berbakti
Tuhan akan restui
Pekalongan, 25 November 1993
Puisi 16
PERSATUAN
Bambang Indriyanto
Indonesia negeri kaya sejak dulu kala
Pemandangan alammya dan budaya tada bandingnya
Alangkah bangganya karuniaNYA
Akan kujaga dari
kerusakan
Persatuan dan kesatuan slogan keakraban bangsa
Wahai pemuda, singsingkan lengan baju dan tuntut ilmu
Kembangkan bangsa dan negaramu
Tetap dalam satu padu
Pekalongan, 11 Agustus 2002
Puisi 17
MENANTI FAJAR
Bambang Indriyanto
Angin dingin membasahi daun-daun
Kubuka jendela
Embun pagi menggoyangkan
Sekuntum mawar harum
Kutersenyum
hening, oh sepi
Selembar kabut tipis bagai rambutmu
Suasana hening
Tergambar kembali kenangan bersamamu
Kutertegun bagai mimpi sedih
Bagaikan anak panah
Waktu cepat berlalu
Menerbangkan segala anganku
Kehangatan mentari menjalar ke hati
Kuinginkan
Kubuka hati kudengar puisimu
Angin berhenti
Langit merah darah
Fajar hatiku
Kesejukan kini kurasakan
Pekalongan, 7 Januari 1979
Puisi 18
BERANI BERKATA TIDAK
Bambang Indriyanto
Angan menembus ke langit
jalan – jalan ke bulan
dan bermain dengan bintang – bintang
katamu
Hidup bagai di surga
Bernyanyi bersama bidadari
Serta berenang di telaga madu
Itu juga katamu
Tapi aku
tahusemua adalah ilusimu
yang jelas badanmu lesu
kau orang yang putus asa
dan otakmu bekrja tak wajar
agresif, penuh halusinasi
dan cepat mati
akankah mudamu tergerogoti
oleh jarum – jarum mematikan
akibat obat neraka
Hey kamu,
Ingat masa depanmu terbentang panjang
Hindarkan berselingkuh dengan benda haram
Yang akan menghancurkan ragamu
Dab juga bangsamu
Beranilah berkata tidak
Untuk narkoba
SAY NO TO DRUGS
FOR ALL AT YOU, GUYS !
Batang, 27 Mey 2008
Puisi 19
TRAGEDI DARI KEBON ROJO :
PERISTIWA 3 OKTOBER 1945 DI PEKALONGAN
Bambang Indriyanto
Memandang patung monumen di hari senja
ingin menerawang ke masa purba
di tahun empat lima, bulan oktober hari ketiga
episode sejarah terjadi sudah
seperti yang telah diceritakan simbah :
tentang sepenggal revolusi lokal berdarah
Gema proklamasi dari pegangsaan
dibawa burung, angin serta gerbong kereta api
bagai embun teterkan kesejukan sukma
pelepas dahaga dari panasnya angkara
yang berpuluh bahkan beratus tahun renjana
Sang petinggi ingkar janji
rakyat mesti ambil alih dari kempetai
dengan aksi maupun kompromi
asal rakyat bersatu padu dalam damai
Pagi yang cerah massa datang dari berbagai arah
berjejer di Kebon Rojo melimpah ruah
sambut pemimpinnya berunding dengan gagah
Namun
dalam suasana perundingan, terdengar letusan tembakan
entah dari mana, entah oleh siapa
disusul berondongan mitraliur jepang meraung garang mencari mangsa
banyak yang berteriak kesakitan
semua geram, raga tak mampu melawan
ini bukan pertempuran kawan
tetapi pembantaian rakyat pekalongan
suasana mencekam, sepi dan sunyi
tiga puluh tujuh nyawa melayang
dua belas orang tergeletak, sekarat dan cacat
hai kawan, semangatmu takkan pernah hilang
tetap terpatri dihati anak negeri
yang selalu memaknai serta memberi arti
pada tulang-tulang yang mati
untuk dipersembahkan kepada bunda pertiwi
Pekalongan, 7 Mei 2007
( Antologi Puisi Tentang Kota Pekalongan , Agustus 2007 )